Senin, 04 April 2011

Bank Central

Peran Bank Central dalam mewujudkan visi Indonesia 2025

Posisi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan perbankan merupakan posisi yang penting dan strategis dalam system perekonomian Indonesia. Sebagai lembaga negara yang diamanatkan untuk ikut serta mensejahterakan masyarakat sesuai dengan UU nomor 10 tahun 1998, dengan posisi strategis tersebut, Bank Indonesia diharapkan dapat menjalankan kegiatan dan aktivitasnya baik dalam penetapan peraturan perbankan dan kebijakan baik itu yang sifatnya moneter dan otoritas lender of the last resort dengan baik dan selaras dengan kepentingan masyarakat banyak.
Dalam kurun waktu beberapa waktu terakhir ini, masalah dan kasus kian menerpa bank yang menjadi lender of the last resort untuk semua perbankan di Indonesia ini, di mulai dari kasus BLBI, sampai yang masih hangat sekarang ini yaitu kasus Bank Century. Hal ini menyebabkan pandangan masyarakat umum baik itu dari kalanagan masyarakat biasa dan kalangan akademisi menjadi berubah tentang kredibilitas dari institusi pembuat kebijakan monenter tersebut, sehingga kepercayaan masyarakat menjadi terkikis dan hilang tentang kinerja dari institusi tersebut.
Dalam essay ini, penulis juga menyampaikan beberapa pandangan masyarakat terkait kinerja dari Bank Indonesia dimasa sekarang ini, akan tetapi pandangan yang disampaikan lebih menitik beratkan kepada kekurangan-kekurangannya, dengan maksud untuk bisa memberikan perbaikan untuk Bank Indonesia ke depan.
beberapa pandangan tersebut diantaranya :
1. Kurangnya antisipasi BI terhadap banyaknya uang palsu yang beredar, khusunya pada saat pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di tahun 2009 kemarin.
Makin banyaknya uang beredar di Indonesia mengakibatkan keresahan dikalangan masyarakat, khususnya di kalangan pedagang.
2. Kurang sigapnya BI dalam menindak praktik-praktik pengumpulan dana illegal dari masyarakat, baik yang dilakukan oleh bank gelap maupun lembaga dengan kedok koperasi dengan menjanjikan tingkat suku bunga tertentu.
Hal ini mengindikasikan masih lemahnya pengawasan BI terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia, dan masih lemahnya pengawasan dalam menjaga stabilitas moneter di Indonesia.
3. Kurangnya perhatian BI dengan praktik-praktik Kredit tanpa agunan yang akhir-akhir ini sudah mulai marak di tanah air, hal ini sejalan dengan mudahnya pemilihan kartu kredit.
Kalau praktik ini makin marak terjadi di masyarakat ditakutkan akan terjadi penunggakan pembayaran yang besar-besarna sehingga akan berpengaruh kepada sistem ekonomi Indonesia.
4. BI terkesan mendiamkan praktik Money Changer yang sering menolak seri tertentu dari sebuah mata uang asing, walaupun aturan semacam itu tidak diberlakukan di negara asal.
5. BI terkesan tidak memiliki risk profile bank, misal banyak bank yang dibobol oleh pemiliknya sendiri dan ATM yang sering dirusak oleh kerah putih atau pemindahan deposito di Bank ke insltrumen reksadana, seprti yang akhir–akhir ini terjadi pada kasus bank Century, dimana Robert Tantular memindahkan depositonya ke reksadana.
6. BI terkesan membiarkan praktik bank-bank asing di dalam negeri tanpa terlebih dahulu meneliti kredibilitas bank tersebut di negeri asalnya di negara ketiga. Hal ini menyebabkan makin banyaknya jumlah perbankan di Indonesia sehingga dasa saing perbankan lokal jadi berkurang disamping masyarakat dibingungkan dengan jumlah bank yang cukup banyak di Indonesia .
Beberapa hal tersebut diatas merupakan pandangan sebagian kalangan masyarakat tentang kondisi BI yang sekarang ini. pihak bank Indonesia diharapkan dapat mengurangi kekurangan-kekurangan tersebut sehingga kredibilitas Bank Indonesia sebagai Bank Central dan otoritas moneter di Indonesia masih tetap terjaga.
BI diharapkan dapat menjalankan kegiatan kebijakannya dengan baik dan menghindari kasus dan masalah yang mungkin dapat menyebabkan kinerjanya menurun demi terwujudnya visi Indonesia di tahun 2025. BI juga diharapkan dapat memetakan peran strategisnya dalam jangka panjang yang rentan dengan situasi perkembangan global, sehingga perbankan Indonesia nantinya bisa memiliki daya saing di kancah internasional. Visi yang dimaksudkan tersebut adalah mewujudkan nusantara jaya, yaitu Indonesia yang memiliki kemandirian, jati diri dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Indikasi dari terwujudnya visi ini adalah turunnya angka kemiskinan dan pengangguran, meningkatnya income perkapita, lancarya pembangunan nasional,dll . Hal ini semua akan dapat terwujud salah satunya jika instansi-instansi pemerintah menjalankan roda kegiatannya dengan baik dan senantiasa menjaga kredibilitasnya sebagai instransi perwakilan dari masyarakat.
Masa lalu yang dialami oleh perbankan di Indonesia bisa dijadikan cerminan agar tidak salah melangkah ke masa depan. Dan sejarah perbankan Indonesia setelah serangkaian deregulasi menunjukkan betapa kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lalu telah memberikan pembelajaran mengenai arti pentingnya sebuah integritas dan menjaga kredibilitas. Pelajaran yang mahal dan dengan social cost yang tinggi yang akhirnya harus di tanggung oleh seluruh rakyat Indonesia.
Demikian essay singkat ini saya buat, dengan sedikit pendekatan pandangan yang saya tuangkan dalam essay ini bisa memberikan tambahan masukan untun mewududkan Bank Indonesia yang bersih dan memiliki integritas yang tinggi demi mendukung pencapaian visi Indonesia di tahun 2025 nantinya. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dan kekurangan baik dari argumen yang disampaikan dan tata bahasa yang ditulis, karena tiada gading yang tak tak retak dan setiap manusia pasti tidak luput dari kesalahan.

Minggu, 20 Juni 2010

generating Idea Product launch

GENERATING IDEA NEW PRODUCT MANAGEMENT
Written by : Ananta Hagabean ( Student of University of Indonesia Majoring Management of Finance)

A. Landasan Teori (berdasarkan pelajaran di kampus)
Setiap produk memiliki masa daur hidup produk yang berbeda. Produk elektronik biasanya memiliki rentang waktu yang sempit alias cepat mati sedangkan produk seperti makanan dapat bertahan lebih lama. Hal ini disebabkan karena produk elektronik dan telekomunikasi selalu mengikuti perkembangan zaman.
a. Langkah / Tahap Dalam Daur Hidup Produk (Product Life Cycle)
1. Tahap Introduction
Pada tahap ini produk baru lahir dan belum ada target konsumen yang tahu sehingga dibutuhkan pengenalan produk dengan berbagai cara kepada target pasar dengan berbagai cara.
Tahap ini disebut juga tahap kritis, karena suatu produk akan mengalami unian yang paling besar ditahap ini. Produk yang tidak bisa bertahan dengan pengaruh goncangan pasar akan sulit untuk bisa masuk kepasar tersebut, walaupun bukan suatu jaminan buat sebuah produk bisa bertahan lama dipasar setelah bisa menaklukkan pasar di tahap awal ini.
Dalam proses edukasi ini organisasi akan menghadapi beberapa rintangan, yaitu :
1. Komunikasi,rintangan ini paling mudah dihadapi karena dalam situasi ini potensi pasar sudah ada, dan perusahaan tinggal menciptakan awareness terhadap produk, bisanya dibutuhkan waktu anya 3-6 bulan (normalnya), atau sampi mendapatkan strategi yang pas.
2. Harga, waktu yang diperlukan untuk melewatinya 1-2 tahun. Setelah tercapai skala ekonomi maka biaya akan turun dan harga juga ikut turun.
3. Produk, organisasi perlu berinovasi, menciptakan feature baru sampai masa krisis berlalu. Rintangan ini membutuhkan waktu 1-5 tahun. Contohnya: “excelso” dulunya adalah produk kopi yang digiling disupermarket dan penjualannya seret, dan penjualannya baru meningkat bagus setelah diimbangi dengan pembukaan kafe.
4. Penentuan target pasar, dalam tahun pertama biasanya mencoba dulu kemudian ditentukan target pasar sesungguhnya. Waktu yang dilalui dapat mencapai 2-10 tahun.
5. Kebiasaan dan kebudayaan konsumen, rintangan ini merupakan rintangan tersulit, karena tidak gampang mengubah budaya suatu daerah/bangsa. Terkadang produk yang diciptakan harus mengikutu budaya yang berlaku disuatu daerah.untuk melewatinya biasanya perusahaan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.
Upaya yang bisa dilakukan dalam melewati rintangan:
1. harus disadari bahwa penetrasi pasar untuk produk baru membutuhkan upaya pesaran yang lebih sulit dengan ROI yang lebih lama juga. Contohnya : Aqua membutuhkan waktu 7 tahun untuk mencapai ROI.
2. Menjalankan suatu startegi komunikasi yang lebih menonjol unique selling, bukan komunikasi konvensional. Lebih diintenskan pada term produk, feature-nya, dan cara memakainya. Bila perlu, jangan masuk paling awal disegmen tertentu, tetapi jadilah late come yang cerdik.seperti BCA ketika melakukan penetrasi sistem online banking dan pemanfaatan ATM serta kartu debit, disegmen itu sudah ada pemain ainnya seperti citibank,bank bali, dan BII tetapi justru BCA yang memetik hasilnya.
3. Karena merupakan produk baru, komunikasinya harus lebih gencar, intense, rutin, dan jangka waktunya lebih lama, yang tentu saja berakibat pada tingginya biaya.seperti yang dilakukan jonson and jonson yang mengenalkan “carefree”, produk panty shield yang dipakai sehar-hari di luar masa haid, dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp.1,53 milyar. Kiani ia menguasai 70% pangsa pasarnya.
4. Harus akomodatif, flexibel terhadap sikap pasar, dan mampu membaca kesiapan pasar.contohnya pada ‘absolut”awalnya penetrasinya dilakukan terhadap seluruh wanita. Ternyata kalangan remaja enggan memakainya. Justru kalangan ibu rumah tangga 25-30 tahun sangat antusias sehingga dilakukan pergeseran penetrasi dengan lebih difokuskan pada segmen ibu muda
2. Tahap Growth
Ketika berada pada tahap tumbuh, konsumen mulai mengenal produk yang perusahaan buat dengan jumlah penjualan dan laba yang meningkat pesat dibarengi dengan promosi yang kuat. Akan semakin banyak penjual dan distributor yang turut terlibat untuk ikut mengambil keuntungan dari besarnya animo permintaan pasar.
3. Tahap Maturity
Di tahap dewasa produk perusahaan mengalami titik jenuh dengan ditandai dengan tidak bertambahnya konsumen yang ada sehingga angka penjualan tetap di titik tertentu dan jumlah keuntungan yang menurun serta penjualan cenderung akan turun jika tidak dibarengi dengan melakukan strategi untuk menarik perhatian konsumen dan para pedagang. Karena sudah banyak pesaing, para pedagang mulai meninggalkan persaingan dan yang baru tidak akan banyak terlibat karena jumlah konsumen yang tetap dan cenderung turun.
4. Tahap Decline
Pada kondisi decline produk perusahaan mulai ditinggalkan konsumen untuk beralih ke produk lain sehingga jumlah penjualan dan keuntungan yang diperoleh produsen dan pedagang akan menurun drastis atau perlahan tapi pasti dan akhirnya mati.


b. Beberapa teknik atau cara untuk memperpanjang daur hidup produk :
1. Meningkatkan Konsumsi dengan cara membujuk konsumen untuk meningkatkan penggunaan produknya dengan berbagai manfaat yang ditawarkan. Contoh : untuk hasil maksimal gunakan pasta gigi sepanjang bulu sikat, apa pun makannya minumnya teh botol sosro, memakai sampo setiap hari membuat rambut sehat, dsb.
2. Mencari fungsi lain produk dari biasanya. Contoh seperti teh tidak hanya untuk ngeteh saja tapi dapat dibuat kreasi menjadi minuman yang lebih kompleks.
3. Memodifikasi produk agar tampil baru dan segar baik dari segi isi, kemasan, takaran, ukuran, manfaat, dan lain sebagainya. Contoh misal seperti produk unilever yang biasanya terus menerus mengganti isi pepsodent beserta kemasannya agar selalu tampil baru dan segar.
4. Mencari target konsumen baru
Jika pasar yang sudah ada sudah tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan penjualan maka dapat ditempuh jalan dengan cara membidik segmen pasar baru untuk dibujuk untuk menjadi pelanggan. Contoh : produk flexi yang tadinya membidik kalangan anak muda diperluas untuk kalangan exekutif dan pekerja dengan penambahan fitur-fitur baru.

c. launch the New Product
12 langkah dalam proses peluncuran produk baru
1. Initial screen
Screening pertama terhadap ide yang diluncurkan, kelayakan dan efektifitasnya
2. Preliminary market assesement
Melihat kondisi pasar sejak dini, dari kebutuhan konsumen, tingkat persaingan,dll.
3. Preliminary technical assesement
Mengkaji bagaimana teknis product idea secara general, untuk bisa diluncurkan ke pasar.
4. Detailed market study
Mempelajari kondisi pasar secara mendalam, dari tingkat kebutuhan konsumen, jumlah pemain dipasar, tingkat persaingan (dilengkapu dengan data-data authentic).
5. Predevelopment business and financial analysis
Tahap awal dalam mengembangkan produk, rancangan produk, jenis produk, positioning, branding, packaging, dan analisis budget yang harus dikeluarkan.
6. Product development
Mengembangkan produk baru sesuai dengan keinginan konsumen, dan memiliki competitive advantages dipasar, dengan memperhatikan kondisi operasional dan financial perusahaan.
7. In-house product test
Melakukan percobaan atas produk baru didalam perusahaan sendiri, seperti uji kelayakan internal dengan karyawan sebagai target pasarnya.
8. Customer product test
Melakukan percobaan langsung dengan customer. Bisa dilakukan dengan memberikan sample test, mengikuti eksebixion, pameran,dll.
9. Trial sell
Melakukan penjualan tahap awal ke pasar, untuk melihat level of interest dari pelanggan terhadap produk yang ditawarkan.
10. Precommercialization business analysis
Menganalisis kondisi pasar tahap awal, dari hasil penjualan tahap awal, akan terjadi beberapa penyesuaian produksi/penjualan mengikuti kondisi pasar.
11. Production/operation start-up
Memproduksi produk yang ingin dijual oleh perusahaan ke pasar
12. Market launch
Meluncurkan produk ke pasar, dan melakukan penjualan.


C. Requirement for Generating Idea
a. Kategori idea :
1. Penambahan produk baru
2. Penambahan fitur pada produk

b. Kategori penambahan produk baru
1. New to the new world (produknya baru masuk pasar)
2. New product line (Menambah lini produk dari produk perusahaan)
3. Additing to existing product line (menambah produk dalam lini produk)
4. Improvement & revision to existing product (Mengembangkan program yang sudah ada)
5. Repositioning (menetapkan target baru dari produk yang lama menjadi produk yang memiliki market segmen)
6. Cost reduction (mendisaign produk yang lebih memberikan benefit dan lower cost)

c. Jenis inovasi
1. Low innovativeness (tingkat inovasi dari idea rendah, masih memiliki kesamaan disaign dengan produk sebelumnya
2. Modarate Innovativeness (tingkat inovasi
3. Highly innovative performance

d. kriteria dalam menjamin kesiapan suatu produk/jasa baru (Internal Capabilities) :
1. Quality (kualitas terjamin, dan siap masuk ke pasar)
2. Reliability (dapat dipercaya/tahan diuji)
3. Compatibility (memiliki daya saing yang tingi)
4. Billing (siap dimajukan)
5. Coverage (mencakup secara keseluruhan)
6. Availability (memiliki ketersidiaan yang cukup)
7. Feature (memiliki keistimewaan)
8. Readiness (keadaan siap)

e. Faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan terhadap product management :




1. Customer (Enhancement request)
Requirement :
• Tingkat kepuasan konsumen
• Diukur menggunakan customer satisfaction Index (CSI)

2. Executive Stakeholders (revenue projection)
Requirement :
• Proyeksi penghitungan ROI
• Tingkat investasi dari luar (eks: FDI)

3. Development (New technology requirement)
Requirement :
• Jenis teknologi yang digunakan
• Tingkat keampuhan teknologi (benchmarking dengan penggunaan sebelumnya)
• Tingkat kecocokan penggunaan teknologi dengan produk yang akan diluncurkan
• Tingkat kenyamanan penggunaan teknologi

4. Customer Support (Problem Tickets, & feature request)
Requirement :
• Tingkat permintaan terhadap produk
• Tingkat problem yang terjadi
• Tingkat request terhadap fitur-fitur produk

5. Competitor
Requirement yang dibutuhkan dalam menganalisis competitor kita gunakan analisis five Porter.

6. Market Analisis ( Analyst expectation)
Requirement :
• Keinginan dari konsumen di pasar sekarang ini
• Trend dari penggunaan jenis barang yang akan dikeluarkan


7. Sales (feature to close deals)
Requiremnet :
• Proyeksi penjualan di masa mendatang
• Target penjualan
• Segmentasi penjualan

8. Marketing (market data)
Requiremnet :
• Product (keunggulan dari produk)
• Placing (posisi produk dimata konsumen/branding)
• Promoting (strategi promosi yang dilakukan)
• Pricing (penetapan harga, discount,dll)

9. Finance /budget (cost budgeting)
Requirement :
1. Harga pokok penjualan
2. Proyeksi keuntungan dari produk
3. Tingkat signifikansi penjualan produk terhadap perusahaan

f. Decision Making
Menggunakan metode analytical hierarchy Proses

f.1. Pengertian AHP
AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. Dalam sistem pengelolaan kinerja yang dimaksud dengan kriteria tersebut adalah Key Performance Indikator (KPI).

f.2. Penggunaan metode AHP dalam Sistem Pengelolaan Kinerja
Kaidah pembobotan menyatakan bahwa:
1. Nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau antara 0% – 100% jika kita menggunakan prosentase.
2. Jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%)
3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).

langkah-langkah yang digunakan dalam menentukan bobot KPI dengan menggunakan AHP:
Menentukan nilai prioritas KPI, seperti contoh dibawah ini :
Nilai Tingkat prioritas
1 KPI A sama penting dibanding dengan KPI B
3 KPI A sedikit lebih penting dibanding dengan KPI B
5 KPI A lebih penting dibanding dengan KPI B
7 KPI A sangat penting dibanding dengan KPI B
9 KPI A jauh sangat penting dibanding dengan KPI B
2,4,6,8 *) nilai tengah-tengah
*) Pengertian nilai tengah-tengah adalah Jika KPI A sedikit lebih penting dari KPI B maka kita seharusnya memberikan nilai 3, namun jika nilai 3 tersebut dianggap masih terlalu besar dan nilai 1 masih terlalu kecil maka nilai 2 yang harus kita berikan untuk prioritas antara KPI A dengan KPI B.
Selanjutnya adalah membuat table perbandingan prioritas setiap KPI dengan membandingkan masing-masing KPI. Sebagai contoh: Jika kita mempunyai 4 KPI, maka kita membuat matrik perbandingan ke-4 KPI tersebut. Misalkan dari proses menbandingkan antar KPI diperoleh nilai prioritas KPI sebagai berikut:

KPI A KPI B KPI C KPI D
KPI A 1 ½ 1/5 1/3
KPI B 2 1 1/3 1
KPI C 5 3 1 1/2
KPI D 3 1 2 1

Cara mengisinya adalah dengan menganalisa prioritas antara KPI baris dibandingkan dengan KPI kolom. Dalam prakteknya kita hanya perlu menganalisa prioritas KPI yang terdapat dibawah pada garis diagonal (kotak dengan warna dasar putih) yang ditunjukan dengan warna kuning atau diatas garis diagonal yang ditunjukan dengan kotak warna hijau.
Selanjutnya adalah menentukan bobot pada tiap KPI, nilai bobot ini berkisar antara 0 – 1. dan total bobot untuk setiap kolom adalah 1. Cara menghitung bobot adalah angka pada setiap kotak dibagi dengan penjumlahan semua angka dalam kolom yang sama. Contoh bobot dari (KPI A, KPI A) = 1/ (1+2+5+3) = 0.090, (KPI B, KPI A) = 2 / (1+2+5+3) = 0.181. Dengan perhitungan yang saman bobot prioritas tabel KPI di atas menjadi:

KPI A KPI B KPI C KPI D
KPI A 0.091 0.091 0.057 0.118
KPI B 0.182 0.182 0.094 0.353
KPI C 0.455 0.545 0.283 0.176
KPI D 0.273 0.182 0.566 0.353

Selanjutnya adalah mencari nilai bobot untuk masing-masing KPI. Caranya adalah dengan melakukan penjumlahan setiap nilai bobot prioritas pada setiap baris tabel dibagi dengan jumlah KPI. Sehingga diperoleh bobot masing-masing KPI adalah:
• KPI A = (0.091 + 0.092 + 0.057 + 0.118) / 4 = 0.089 (8.9%)
• KPI B = (0.182 + 0.182 + 0.094 +0.353) / 4 = 0.203 (20.3%), dengan perhitungan yang sama KPI C, KPI D
• KPI C = 0.365 (36.5%)
• KPI D = 0.343 (34.3%)
Sehingga jumlah total bobot semua KPI = 1 (100%) sesuai dengan kaidah pembobotan dimana jumlah total bobot harus bernilai 100.
Perhitungan secara manual akan lebih mudah jika jumlah KPI yang dimiliki hanya sedikit , jika jumlah KPI sudah lebih dari 10 maka perhitungan bobot menggunakan software akan jauh lebih mudah.
Ada beberapa software yang bisa dipakai antara lain:
1. Expert Choice
2. Decision Lens
3. TESS
4. Web-HIPPRE